Review DJI Digital FPV System
DJI Digital FPV System |
Drone yang seperti mainan ini makin merebak sejak kampanye
pilpres 6 tahun silam. Sejak sering disebut-sebut capres, ‘drone’ menjadi terkenal
di Negara kita tercinta ini, mulai dari drone mainan hingga drone untuk
professional. Saya pun sejak SMA tergiur untuk memiliki drone. Hingga 2017
tiba, saya memutuskan bulat untuk membeli drone keluaran DJI yang paling baru
saat itu, DJI Mavic Pro. Hingga sampai saat ini, tren drone semakin melambung
bahkan mulai lahir jenis olahraga baru yaitu Balapan Drone (Drone Racing) yang
menggunakan drone jenis FPV (First Person View).
Balapan drone memang masih tergolong baru, akan tetapi
trennya terus melambung, dan organisasi sekelas ESPN pun sempat mengutarakan
harapannya drone racing tidak kalah bahkan sepopuler dengan Formula 1. Di Indonesia
juga gencar dilakukan pencarian bibit dan pembinaan oleh KONI.
Singkat cerita, balap drone tak bisa lagi dipandang sebelah
mata. Mereka yang dulu menerbangkan drone professional pun beralih menggunakan
drone racing untuk keperluan videografi nya karena dianggap memberikan nuansa
video yang berbeda. Bahkan DJI pun belum lama ini (sebenarnya sudah lama sih,
saya aja yang baru nyoba) merilis alat untuk memanjakan mereka para pilot drone
racing. Dan benar, perangkat itu adalah DJI Digital FPV System.
Umumnya, Drone FPV menggunakan teknologi analog untuk
meningkatkan performa sang pilot karena apa yang dilihat dari kamera drone bisa
dilihat langsung di googles pilot tanpa ada sedikitpun jeda (latency). Tentu
ada kekurangan yang sangat berarti disini, yaitu kualitas gambarnya yang lebih
buruk dari TV tabung jaman dulu, apalagi jika tidak mendapatkan sinyal yang
kuat. Walaupun sebenarnya kalua sudah terbiasa tidak menjadi masalah.
Yang menarik disini adalah bagaimana DJI mengandalkan
teknologi digital ketimbang analog. Menurut pengakuan produsennya, DJI Digital
FPV System sanggup meneruskan video dari jarak hingga sejauh 4 km, dengan
latency tak lebih dari 28 milidetik. Ya, masih ada jeda memang, tapi 28
milidetik itu bisa dibilang nyaris tidak terasa, sehingga semestinya tidak akan
terlalu berpengaruh terhadap maneuver pilot.
Namun ketika saya mencoba kedua tipe baik analog maupun DJI,
ada beberapa catatan kelebihan dan kekurangan menurut saya.
Kelebihan DJI FPV
1. Gambar yang
dihasilkan DJI FPV System sangat bersih, tidak ada gangguan gangguan akibat
sinyal yang kurang bagus atau terhalang. Kualitas gambar tetap sama baik sinyal
kuat ataupun tidak terlalu kuat.
2. Gambar yang
dilihat kamera air unit dapat langsung direkam ke micro SD, jadi sebenarnya ga
perlu tambahan action cam untuk recording langsung. Resolusinya sudah lumayan
yaitu 1080p 60fps.
3. Gambar yang ada
di Googles sangat memanjakan mata dengan resolusi 720p 120fps, oh iya di
goggles juga ada slot micro SD lho. Jadi kita dapat merekam apa yang dilihat
goggles dan menyimpannya ke kartu microSD yang menancap pada goggles. Ini
sangat berguna sebagai cadangan ekstra kalo unit drone terjadi apa-apa walau
resolusinya hanya terbatas pada 720p 60fps.
Kekurangan DJI FPV
1. Memang sih gambar
yang dihasilkan sangat bersih, tapi kalo sinyalnya buruk tidak seperti analog
yang masih dapat menampilkan gambar. DJI FPV System benar-benar hanya muncul
hitam ketika sinyal sudah sangat buruk (seperti terhalang sesuatu atau terlalu
jauh) jadi jangan tanyakan kabar drone ketika ini terjadi. Walaupun sudah
berada di dekat atau bahkan ketemu drone yang sudah jatuh, tidak semata-mata
gambar dapat muncul, perlu di reset untuk dapat kembali mentransmisikan gambar.
2. Gambar yang
dihasilkan masih sebatas 1080p 60fps untuk maksimalnya, sehingga diperlukan
kamera lagi apabila perlu resolusi atau framerate yang lebih tinggi.
Apakah worth it?
Menurut saya tetap lebih baik menggunakan tipe analog saja
untuk drone nya dengan ditambah action cam seperti Gopro Hero 7 atau 8 Black (Lihat review Gopro Hero 7 Black vs Osmo Pocket) . Drone
analog juga memungkinkan kita mengcustom sendiri mana part-part sesuai dengan
kebutuhan. Secara ekonomis maupun performa analog lebih baik. Itu pendapat pribadi ya, bagaimana menurut rekan-rekan semua?
0 comments