Pembunuhan kreatifitas dalam Sinetron Indonesia
Hari ini, kita sering dengar "kok sinetron Indonesia jelek² sih? Temanya gitu² aja alurnya gitu² aja kumenangis blablabla". Bro, jika kamu mendengar orang bilang gitu, sebenarnya itu karena kebetulan saja orang² di sekitarmu nganggeo gitu. Tapi taukah kamu, kalo kita survey secara menyeluruh, faktanya yang menganggap seperti itu hanya sebagian kecil saja sebenarnya. Justru banyak yang suka dengan sinetron² model begitu.
Serius? Serius lah. Sebelum berbisnis sinetron masak sih pengusaha gak memperhitungkan lebih dulu. Iklan juga banyak lho, gak mungkin pengiklan buang² duit dengan nampang di sinetron yang penontonnya dikit. Yakan yakan?
Mari kita mundur ke tahun 70 an
Waktu itu, kalo kita bandingkan antara film atau sinetron Indonesia dengan Hollywood, saya yakin 90% lebih menilai kalau kualitas keduanya sama, setidaknya mendekati lah. Tetapi di jaman sekarang perbedaanya bagai bumi dan langit. Bagaimanapun, film atau sinetron Hollywood itu selalu menyuguhkan adegan dimana dari segi kualitas teknis dan cerita tidak akan bisa kita temukan khususnya di sinetron Indonesia.
Ada beberapa pendapat yang bilang sinetron Indonesia sangat buruk. Ada pula yang berpendapat sinetron Indonesia itu sangat tidak baik. Tetapi yang unik adalah penulis skenario dari sinetron tersebut tidak menyangkal pendapat tersebut, malah dia sendiri bilang kalo karyanya super duper jelek. Tantangan saya, coba cari penulis skenario sinetron yang bilang karyanya hampir sama kayak sinetron Netflix, saya traktir coklat satu dus, resiko tanggung sendiri. Serius ini!
Alasan utama kenapa karya mereka sangat jelek adalah karena mereka dikejar oleh waktu. Kenapa dikejar waktu? Karena setiap sinetron mengharuskan penayangan dengan intensitas yang tinggi, bahkan kalo bisa setiap hari sehingga skenarionya juga harus ditulis setiap hari. Karena penayangannya harus disesuaikan dengan rating penonton maka penulisannya tidak bisa jauh² hari, tapi harus dilakukan paling lama selama lamanya 2x24 jam sebelum take dimulai. Jadi kalo situ nemu adegan boneka Barbie direbus? Maklumin aja bro
kejar tayang yang membuat cerita gak mungkin jadi bagus, gak mungkin persiapannya optimal, gak mungkin arahan sutradaranya optimal, gak mungkin akting talennya optimal, gak mungkin sinematografinya optimal, gak mungkin editingnya optimal.
- yang bilang Deddy Mizwar, bukan saya
Masalahnya adalah kenapa harus mengorbankan kreatifitas untuk membuat sinetron yang secepat dan sesering itu?
Alasannya sangat sederhana. Biaya iklan yang yang dipasang di sela-sela sinetron yang tayang mulai pukul 18.00 - 24.00 WIB di TV ikan terbang tarifnya bisa sampe 85 juta rupiah per 30 detik. Kalo dihitung secara kasar, kalo 1 episode sinetron ada 1 jam dimana setengahnya adalah klan, berarti dalam 1 episode bisa menghasilkan keuntungan sampai 5 miliar. Pengusaha sinetron pasti tau. Maka untuk cuan makin wuzz wuzz mau nggak mau sinetron harus dibuat sesering mungkin karena pengusaha tersebut bisa menghasilkan 5 miliar per jam. Bandingkan dengan membuat film action super bagus yang mungkin keuntungannya gak sebanyak itu tapi bikinnya sengsara. Jadi, kalau ada yang mudah dan menguntungkan, kenapa harus menempuh jalur sulit bernama "mengedepankan kualitas"?
Merusak kreatifitas? Belum cukup. Pengusaha tentunya gak pengen dong dalam produksi biayanya membengkak banyak. Nah biar pengeluaran seminim mungkin, pengusaha membuat aturan biar sinetron tersebut harus dibuat sejelek mungkin. Tentunya dengan properti, alur cerita, editing dan segalanya yang sangat jelek yang penting murah. Karena dengan kualitas yang sangat jelek pun pengusaha tetap akan mendapat keuntungan miliaran rupiah..... per jam ya. Setahun? Tinggal kalikan aja bro setahun berapa episode
Bagaimana biar sinetron yang sangat jelek tetap ditonton banyak orang
Gampang bro, tujukan saja untuk pangsa pasar perempuan. Arahkan, paksa dan doktrin perempuan sampai dia menjadi irasional dan emosi dan jauh dari intelektual.
Goblog, balesen blog goblog, ya Allah ngono tok kok yo meneng ae to ya Allah, goblogmen to nduk. Kae lo ae enek linggis jupuken kemplangno wajahe.. BLOG
- Ocehan ibu teman saya (entah kepada siapa) ketika nonton sinetron
Salah satu diantaranya adalah membuat premis yang begitu² saja. Ada seorang perempuan yang ditinggal suaminya untuk nikah lagi, tokoh utamanya dibuat selalu lemah, kalah, tidak bisa berpikir secara rasional, terkadang tokoh utamanya bisa dikatakan menyebalkan lantaran nggak bisa apa² dan cenderung mengarah ke sifat² malaikat. Gak lupa ya ditambahin lagu wajib "ku menangis, membayangkan....". Oh iya biasanya sih endingnya berakhir indah dengan kemenangan si perempuan. Walau ending-nya berakhir indah, kalo mau ngitung sih, kemenangan sang antagonis sebenarnya lebih banyak ketimbang si protagonis.
Siapa yang paling dirugikan dalam hal ini?
Tentu saja Seniman lah yang dampaknya langsung terasa. Karena untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, pekerja seni ini jangan digaji yang besar. Nanti membebani keuangan.
Om, honor kita kecil ye. Gak usah mikirin kreatifitas, estetika, yang penting ada gambar. Astrada, asal terang gambar ada. Paham? Siang shooting malam tayang aja ngomongin kreatifitas, estetika.
-Pak sut, dalam sindiran pekerja seni sinetron dan perfilman
Tulisan ini semoga jadi perenungan kita semua, ya mungkin sekadar unek-unek belaka. Sudah saatnya kita bersuara, dari hal remeh-temeh tapi punya impact besar.
Author: Mahendrayana Setiawan Triatmaja
0 comments