Asyik membaca thread di Twitter ketika sedang viral-viralnya ternyata tak membuat saya buru-buru ingin menonton ketika KKN Desa Penari tayang di bioskop. Beberapa minggu setelah film ini diserbu penonton hingga dinobatkan sebagai film terlaris sepanjang masa di Indonesia, saya baru menyaksikannya secara langsung. Sebagai mantan mahasiswa yang tidak pernah menjalani KKN tapi sering membantu teman-teman yang KKN, desanya pun sering dijadikan lokasi KKN mahasiswa dari berbagai kampus, saya juga mau membagikan beberapa hal yang seharusnya dilakukan para mahasiswa agar KKN nya lancar tanpa masalah.
AWAL MULA KISAH KKN DI DESA PENARI
KKN di Desa Penari merupakan satu dari sekian banyak cerita horor yang ditulis di situs media sosial Twitter. Cerita ini awal mulanya dituturkan oleh pendongeng handal menggunakan akun SimpleMan (@SimpleM81378523) yang ditautkan pada akun @bacahoror. Ceritanya tentang enam mahasiswa (tiga lelaki, tiga perempuan) yang melakukan praktek KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tahun 2008 di suatu desa terpencil di pelosok Jawa Timur. Singkat cerita, hal-hal 'aneh' terjadi dan dua dari enam mahasiswa tersebut berakhir tidak kembali.
Sebenarnya, ada banyak sekali cerita horor fiktif semacam KKN di Desa Penari. Bagi yang belum tahu, di Kaskus ada mananya SFTH yang mana banyak sekali cerita-cerita fiktif dan ada banyak pula yang sukses dan dijadikan buku. Karena maraknya pengguna twitter yang diisi orang-orang ‘khas twitter’, maka mulai banyak juga cerita fiktif yang disebarkan melalui twitter dan juga sukses dijadikan buku. Diantara cerita tersebut adalah "Dikta dan Hukum", "Angkasa dan 56 Hari", dan masih banyak lagi. Semua cerita tersebut berhasil sukses berkat strategi marketing yang memanfaatkan psikologis manusia dan keadaan masyarakat Indonesia.
BAGAIMANA UTAS TWITTER KKN DI DESA PENARI VIRAL?
Meski ditulis di sekitar bulan Juni 2019, cerita ini viral di media sosial menjelang akhir Agustus 2019. Salah satu alasannya karena sempat 'diendorse' dengan cara diulas sosok pelawak kondang Raditya Dika melalui saluran YouTube beliau. YouTuber kondang spesialis horor Nessie Judge yang notabene saat itu seingat saya sudah memiliki lebih dari 4 juta subscriber juga ikut mengulas film. Begitu pula YouTuber lain yang secara subsriber tidak beririsan dengan 2 YouTuber diatas, mengulas cerita dengan caranya masing-masing sehingga hanya dari YouTube saja, dengan kepentingannya masing-masing, cerita ini sudah cukup tersebar luas.
Salah satu endorse channel untuk promosi |
1. Cerita ini diklaim oleh penulisnya dan dipercaya banyak orang didasarkan kisah nyata yang didengar penulisnya sendiri dari narasumber yang mengalaminya. Narasumbernya pun tidak satu, melainkan dua. Dan kedua ceritanya benar-benar sangat beririsan dan saling melengkapi.
2. Karena untuk ukuran cerita-cerita horor Twitter, apa yang dituturkan di dalamnya memang meresahkan dan cukup menghebohkan publik.
3. Alur cerita KKN di Desa Penari notabene bagi sebagian besar orang lebih rumit dari cerita-cerita lain yang sejenis, bagi yang hobi membaca cerita fiksi akan merasakan "rasanya baru kali ini saya menemukan situasi pokok cerita yang sekompleks ini".
Dan ingat, tidak hanya YouTube dan Twitter saja platform yang menyebarkan cerita ini. Cerita ini benar-benar tersebar secara sengaja dan tidak sengaja (natural) juga di Facebook, Podcast Spotify, Radio, Instagram, Tik Tok, Blog, dan masih banyak lagi.
APAKAH KKN DI DESA PENARI ADALAH KISAH NYATA?
Di awal tulisan "AWAL MULA KISAH KKN DI DESA PENARI", saya menyebutkan penulis cerita dengan pendongeng handal tidak semata-mata karena adanya sentimen negatif. Bukan tanpa alasan saya juga menganggap cerita ini adalah cerita fiksi. Ada banyak hal yang melatarbelakangi cerita tersebut yang menjurus ke arah fiksi. Beberapa alasan yang pada awalnya membuat saya menduga ini adalah cerita fiksi adalah :
1. Akun SimpleMan (@SimpleM81378523) adalah akun yang banyak menceritakan kisah horor fiktif. Tidak hanya KKN di Desa Penari, ada banyak sekali kisah-kisah yang diceritakan. Secara naratif, gaya penulisanya sangat membuat orang lain penasaran dengan alur cerita dari awal sampai akhir.
2. Terlalu banyak kejadian yang to good to be true. Versi cerita dari sisi Widya dan versi Nur tampak sangat beririsan dan setiap detail bisa diingat dengan baik untuk kejadian yang terjadi lebih dari 10 tahun silam (walau dari sisi penulis juga mengatakan ada bagian yang ditambah-tambahkan). Jika mengikuti kisah KKN di Desa Penari dan sudah membaca kedua versinya (Widya dan Nur), maka sudah pasti disadari bahwa cerita dari sisi Nur melengkapi bagian-bagian yang terasa janggal pada bagian kisah Widya, sehingga membuat alur kisah ini menjadi lebih menarik untuk disimak.
Tetapi karena alur ceritanya yang begitu rapi, seolah-olah itu sebuah cerita yang sudah di tata sedemikian rupa untuk dijadikan sebuah novel. Walaupun banyak orang menganggap bahwa semakin detail cerita berarti cerita tersebut asli maka kita harus tau bahwa seseorang hampir tidak mungkin untuk menceritakan detail suatu kejadian, kecuali memang hal tersebut sudah direncanakan. Sebagai orang yang mendalami film, saya sendiri paham bahwa film fiksi adalah sesuatu yang sepenuhnya direncanakan, maka untuk produksi yang sempurna hanya bisa dilakukan dengan cerita yang detail. Apalagi dengan adanya utas dengan berbagai sudut pandang yang membawa narasi seolah penutur cerita adalah orang yang mendalami bagaimana cara bercerita yang baik sejak lama.
3. Ingat, sesuatu yang tidak ada dasar buktinya, hanyalah sebuah klaim. Bagaimana caranya membuktikan keasliannya? Tentu saja harus ada narasumbernya yang identitasnya bisa dibuktikan. Munculkan si narasumber ini ke publik agar kita semua bisa merunutkan latar belakangnya seperti di mana kampusnya, jurusannya apa, apa program KKN nya. Hadirkan juga bukti fisik dari program KKN nya. Bukti fisik ini juga mendukung untuk kisah yang disampaikan narasumber. Apakah KKN jauh-jauh ke pelosok tidak ada yang dipelajari? Apa emang sibuk dikerjar hantu? Ada korban yang meninggal? Siapa korban tersebut? Apakah sertifikat kematiannya ada? Apakah kampusnya mendata kematian mahasiswanya saat menjalani program KKN? Pada dasarnya, semua itu bisa dibuktikan hanya dengan menyebutkan nama lengkap asli saja dan biarkan jiwa-jiwa forensik netizen bergetar.
Penulis sendiri tidak pernah menampakkan sosoknya. Apakah ada ketakutan akan terjerat kasus hukum misalnya UU ITE atas penyebaran hoax? Misalnya terbukti bahwa cerita tersebut adalah fiktif, semua pengarang cerita baik untuk novel, pertunjukan, film, video game atau apapun itu juga tidak akan dianggap melakukan suatu tindak pidana. Penutur cerita tidak akan dipenjara karena cerita ini tersebar luas mengingat berita hoax dan cerita fiktif yang bertujuan untuk hiburan adalah dua hal yang berbeda. Artinya, tidak ada alasan bagi penulis untuk tidak menampakkan sosoknya ke publik. Tapi saya memahami karena jika saya membayangkan di posisi SimpleMan, mungkin juga saya melakukan hal yang sama.
4. Peristiwa ini melibatkan banyak orang. Misalnya 6 orang yang menjadi 'pelaku KKN' seperti Widya, Nur, Ayu, Wahyu, Bima, Anton. Hal lain yang berbeda dengan asli cerita yaitu dalam cerita hanya disebutkan 6 orang yang terlibat tapi sebenarnya ada 14 orang ditambah dengan Pak Prabu, Mas Ilham, Mbah Buyut, dosen pembimbing, semua warga desa, pihak kampus, keluarga Bima, keluarga Ayu, dll. Sang penulis sendiri juga mengatakan bahwa seluruh nama tokoh sampai nama kampusnya dirahasiakan atau disamarkan untuk suatu hal. Beberapa orang tidak dikutsertakan dalam cerita karena dianggap tidak memiliki andil cukup besar dalam cerita.
Salah satu foto yang diklaim versi asli dari KKN |
5. Adanya komersialisasi dari cerita ini dengan adanya rencana dibuatkan buku dan film sejak masa viralnya. Bahkan akun SimpleMan (@SimpleM81378523) yang menceritakan cerita ini juga berubah menjadi akun marketing dari film KKN di Desa Penari. Atau jangan-jangan akun ini memang bagian dari marketing film sejak awal?. Pada akhirnya, filmnya pun sudah rilis sebulan lebih, itupun rumornya sempat ditunda beberapa kali karena saat itu bioskop sedang tidak diperbolehkan buka. Pembuatan film tersebut pasti sudah dipersiapkan setidaknya 1-2 tahun sebelum shooting. Terhitung dari film jadi 100% hingga dirilis, juga hampir tidak mungkin hanya dalam waktu kurang dari 1 tahun. Behind the scene film ini pun juga tidak ada kesan dibuat di masa pandemic. Artinya apa? Saya menduga film ini sebenarnya sudah jadi saat cerita tersebut belum viral di twitter, tinggal dipromosikan dengan cara luar biasa lalu menunggu waktu rilis yang tepat. Wahai netizen, silahkan dicari kebenaranya.
Tanpa masker seperti jaman sebelum pandemi |
KISAH HOROR SELAIN MELALUI UTAS TWITTER
Kisah horor fiktif tidak hanya menghiasi tulisan, namun juga berupa gambar. Pernah tau primbon.com? atau pernah tau kisah viral orang di bis yang mengklaim bahwa di foto ponsel tidak ada manusia padahal aslinya ada? Sebenarnya masih banyak lagi. Hal seperti itu bisa dilakukan oleh semua orang jika bersedia. Karena keuntungan yang didapatkan melalui sesuatu yang viral yang masih banyak hingga sekarang, juga selera masyarakat Indonesia yang masih terbatas pada beberapa hal diantaranya adalah mistis dan kisah romantis, maka muncullah juga banyak kisah KKN di Desa Penari yang sudah menjadi film sukses.
Primbon jaman dulu |
Walaupun begitu, banyak orang yang terpengaruh dan menganggap cerita dasar film ini adalah cerita nyata. Sehingga, saya merasa bahwa apapun cerita tersebut yang tidak bisa dibuktikan secara fakta, entah sebenarnya memang kisah nyata atau imajinasi penulis belaka sebaiknya ditanggapi sebagai sesuatu yang sebatas fiksi dan rekaan. Lebih baik demikian, daripada mengundang rasa ingin tahu yang merugikan dan tidak perlu. Begitu juga dengan review film ini, kita tetap akan menganggap bahwa cerita dalam film tersebut beserta dasar ceritanya adalah fiksi. Mari kita mulai ulasan filmnya, dimulai dari aspek penceritaan.
REVIEW ASPEK PENCERITAAN KKN DI DESA PENARI
Sinopsis
Soal sinopsis, tentu saja tidak akan saya jelaskan lebih lanjut mengingat sudah jelas cerita dari film tersebut tidak ada bedanya dengan cerita yang muncul di Twitter karena cerita tersebut memang dasar dibuatnya film ini. Sinopsis sudah banyak tersebar baik di situs aslinya atau tulisan orang sehingga bisa dibroswing sendiri. Soal cerita, tidak ada perbedaan cerita sehingga filmnya adalah visualisasi dari cerita di Twitter. Bagi yang belum menonton, kalau sudah mengikuti cerita di Twitter dan hanya menikmati dari segi cerita maka akan terasa sama saja. Atau malah merasa cerita di Twitter lebih bagus?
Beberapa orang yang menganggap alur film ini lebih jelek dari versi Twitter salah satu faktornya adalah terlalu berekspetasi tinggi akan film tersebut. Jika kita membaca suatu tulisan apalagi yang memiliki cerita (dalam hal ini cerita di Twitter), pasti kita membayangkan bagaimana alur ceritanya sesuai dengan imajinasi liar kita sendiri. Sedangkan di film tersebut kita tidak mendapatkan ekspetasi kita padahal ceritanya sama. 4/10
Alur Cerita
Seperti pembahasan sebelumnya, film ini masih setia mengikuti sumber materi asli dan tetap menggunakan sudut pandang 2 karakternya, Widya dan Nur. Adegan demi adegan benar-benar mengikuti materi sumbernya, sampai sampai membuat transisi alur seperti meloncat dari satu adegan ke adegan lainnya, persis seperti potongan-potongan tweet-nya yang disatukan.
Namun jika wajib menyebutkan perbedaan, maka perbedaanya adalah dalam utas maupun bukunya cerita diawali dengan sudut pandang Widya tetapi di filmnya langsung membuka kisahnya dengan mengambil pandangan Nur saat pertama kali Nur dan Ayu datang ke desa tersebut untuk survey. Tanpa basa-basi, film ini langsung menampilkan sosok misterius yang hanya ditemui Nur.
Awal mula cerita |
Selain itu, dalam hal rasio durasi, bisa dibilang film ini lebih pendek dan padat daripada cerita yang ada di Twitter. Jika kebanyakan orang membaca keseluruhan cerita antara 150-200 menit (ada juga yang lebih), film ini durasinya hanya 121 menit. Hal tersebut membuat kita bisa merasakan alur cerita filmnya terlalu terburu-buru, terlalu banyak antiklimaks, banyak cerita loncat, adegan satu dan yang lainnya seperti tidak ada penghubung dan walaupun terlalu sama dengan twitter, ada yang diperpanjang dan diperpendek misalnya di scene Nur dan Widya mandi yang terlalu terasa dibuat "harus lama dan terkesan serem banget".
Pada akhir cerita, film ini mungkin ingin mencoba memasukan unsur yang berbeda dari materi sumbernya, seperti saat penulis naskah mengubah mbah tetua desa yang dengan begitu aneh dan tidak masuk akal, tiba-tiba menjadi seekor anjing yang memandu Widya kembali setelah hilang semalaman. Overall, berkat cara penceritaan yang seperti itu membuat penonton merasa seperti pergi bareng-bareng sama teman buat masuk ke rumah hantu. Menyeramkan, tetapi fun. 4/10 untuk ini.
Masih Menggunakan Metode Sinetron
Suka nonton sinetron? Gak suka, tapi pernah kan? Kadang kita dibuat jengkel oleh ulah ‘orang baik’ yang ‘kelewat baik’ di dalam film. Penciptaan emosi dalam sinetron masih terbatas pada terkesan bodohnya orang yang dianggap baik di film tersebut. Sedangkan orang yang dianggap jahat akan dikesankan sebagai orang ‘cerdas’ atau lebih tepatnya licik. Lalu di akhir film, tokoh baik menang. Emosi yang timbul sebenarnya berasal dari 'kebodohan' sang tokoh baik. Masalahnya, metode sinetron tersebut diterapkan di film ini.
Misalnya, betapa nekadnya para pelaku KKN yang tetap melaksanakan KKN di desa aneh ini padahal dari awal sudah diperingatkan bahkan dilarang tetapi tetap memaksa. Padahal kalau kita waras mending yasudah pulang aja atau kita akalin saja proyek KKN nya yang penting lulus. Diluar hal mistis, melakukan hal tidak terpuji di daerah orang lain apalagi yang dianggap dilarang adalah suatu kebodohan. Tokoh Nur dan tokoh lain yang tidak segera melaporkan kepada teman-temannya dan tidak melibatkan para pembimbing atau petuah desa ketika saat melihat ada yang janggal terhadap temannya dan ada masalah besar juga tidak kalah bodohnya.
Saya menjadi mempertanyakan, jika ini klaimnya memang kisah nyata apakah benar kebodohan ini terus terjadi berulang-ulang dalam kejadian aslinya? Selama film saya hanya mempertanyakan adegan-adegan yang muncul. Obrolan orang-orang sekitar juga tidak jarang membahas “kok ada ya manusia kaya gitu?” Tidak hanya metode kebodohan, beberapa khas sinetron seperti cara menasehati orang benar-benar terasa sinetron membuat film ini terkesan sebagai sinetron yang dibuat dengan sinematografi ala film. 4/10 untuk metode building emosi
Paket Lengkap
Oke film ini mirip dengan sinetron. Kita akan membahas yang lain. Apabila kita perhatikan, ketika menonton film horror Indonesia kita pasti akan menemukan beberapa unsur yang sangat khas di Indonesia yang umumnya ada pada beberapa film horror Indonesia, yaitu:
- Hantu
- Dimensi Lain
- Kampung Ghaib
- Kontrak Gaib
- Tersesat di Alam Ghaib
- Hutan Larangan
- Ritual Masa Lalu
- Pamali
- Weton
- Indra ke Enam
- Khodam
- Pelet
- Gamelan dan Tarian
- Pakaian Kerajaan
- Pertobatan Terakhir
Namun, selama menonton film horror Indonesia, umumnya hanya memasukkan satu dua atau beberapa saja unsur yang dimasukkan di dalamnya. Sedangkan, film ini benar-benar secara lengkap memasukan semua unsur yang ada di atas menjadikan film ini memberikan kepada masyarakat Indonesia nuansa yang sangat Indonesia banget sampai orang-orang menganggap film ini dekat dengan kita, relevan dengan kita.
Dari scene ini mulai nampak kehororan |
Bagi saya, film ini adalah film horror yang pernah saya tonton, yang menyajikan paket paling lengkap daripada film horror Indonesia yang sudah rilis sebelumnya. Sayangnya, film ini tetap mengekspoitasi dengan mengemas unsur-unsur tradisional menjadi sesuatu yang terkesan negatif, sesat, jahat atau demonik. Sejak dulu sudah menjadi stereotip dalam film horor bahwa antagonis lekat dengan tarian, kembang, kemenyan, dupa, pakaian adat dan praktik perdukunan. 9/10 untuk penceritaan unsur horror.
REVIEW ASPEK SINEMATOGRAFI KKN DI DESA PENARI
Fotografi
Manoj Punjabi, pengusaha hiburan audio visual terbesar di Indonesia melalui MD Pictures yang menjadi Produser di film ini sempat bilang bahwa untuk biaya produksi saja adalah 15 miliar rupiah lebih. Berita ini juga banyak tersebar. Biaya yang sebesar itu apabila dilihat dari laporan pengeluaran film tersebut, bagian yang tergolong cukup banyak memakan dana adalah kamera dan perlengkapannya.
Arri Alexa Mini dengan lensa anamorphic 75mm |
Hal yang cukup mencolok adalah film ini menggunakan lensa anamorphic satu paket. Namun berdasar dari feel dimensi ruang, lensa yang sering digunakan adalah lensa anamorphic 35mm untuk pergerakan dinamis, anamorphic 75mm untuk statis close up, anamorphic 50mm untuk beberapa adegan dengan sudut pandang half atau full body lalu lensa sisanya jarang terlihat. Kameranya juga menggunakan Arri Alexa Mini yang rata-rata harga sewa satu set diluar lensa adalah 12 juta rupiah per hari. Bagian visual juga dipegang oleh Mas Ipung yang mana beliau adalah salah satu Sinematografer terbaik di Indonesia saat ini.
Ipung Rachmat Syaiful , sinematografer film KKN |
Namun pada hasilnya ternyata tidak sepadan dengan biaya pengeluarannya. Penggunaan kamera sinema mahal ditambah dengan terlibatnya Sinematografer terbaik ternyata juga tidak juga tidak menjamin kesempurnaan teknis keseluruhan visual film. Memang, banyak sekali shoot statis yang cukup sempurna. Begitu juga yang ketika menggunakan alat bantu semisal dolly track atau hidrolis yang dipadukan dengan fluid head, pengambilan gambarnya cukup smooth. Transisi kamera juga menyuguhkan perubahan mulus dari pagi ke malam, hingga siluet penari yang berubah seketika menjadi Widya dengan baik.
Namun di beberapa scene khususnya bagian yang menggunakan metode ‘manual’ alias digotong di pundak dan pengambilan gambar non statis pergerakan kameranya cukup membuat penonton pusing. Perpaduan pengambilan gambar dengan diputar-putar sampai 180 derajat, gerakan yang terlalu cepat, motion blur yang tidak pas, dikombinasikan dengan framerate 24 FPS cukup membuat penonton tidak nyaman. Saya ragu jika ini disengaja karena tidak ada alasan atau pengaruh dengan membuat penonton pusing. Beberapa adegan khususnya dengan latar gelap atau malam hari, masih terdapat noise ala-ala ‘ketinggian ISO’ yang umum terjadi pada film-film amatir. 6/10 untuk pengambilan gambar.
Secara pencahayaan, sepertinya film ini banyak menggunakan cahaya natural matahari terutama untuk adegan siang hari outdoor dan satu-satunya cara memanipulasi cahaya adalah menggunakan diffuser besar, bukan dengan cahaya lampu. Saya cukup suka di bagian ini karena pencahayaan menjadi lebih alami dalam artian seperti yang umumnya orang lihat ketika di hutan. Cahaya alami dipadukan dengan grading yang khas membuat film ini terasa sekali feel horornya. Penggunaan lighting sesuai porsinya membuat hampir seluruh adegan dalam film terasa natural. Pencahayaan di malam harinya juga bagus, tidak sampai gelap gulita. Saya tidak perlu banyak membahas lighting karena sudah cukup bagus. 8/10 untuk lighting.
Namun proses pengambilan gambar dan penataan cahaya saja tidak cukup karena untuk menjadi film yang utuh diperlukan pula paska produksi. Dengan tone yang dibuat gelap, sesuai dengan kondisi desa yang memang masih tradisional, minim sinyal, dan penerangan seadanya, kita bisa merasakan ketidaknyamanan para tokoh. Seolah, rasa "pliket" alias lengket-lengket kotor gitu bisa terasa sampai ke penonton melalui pencahayaan dan fokus pada objek-objek tertentu di seperti alas makan, dipan, tempat duduk, dan kebun. 8/10 untuk kombinasi kamera, lighting dan paska produksi
Untuk pengambilan gambar aerial dengan drone juga agak kurang smooth ala-ala pilot drone yang masih amatir, selain itu tidak mengengksplore maksimal desa tersebut. Saya merasa seperti ada yang disembunyikan misalnya latar syuting yang ‘ketahuan itu dimana’ jika establish shotnya lebih wide. Sebenarnya, akan lebih baik misal ketika para tokoh sedang keliling kampung, atau nampak rumah-rumah penduduk, jadi tak hanya pepohonan semata. Namun hal tersebut cukup dimaklumi karena footage aerial tidak terlalu berpengaruh terhadap keseluruhan film. Footage yang berupa pepohonan dapat berarti bahwa latar dari desa tersebut benar-benar di tengah hutan, jauh dari peradaban. 5/10 untuk aerial footage.
Audio
Kita mulai dari OST film ini. Film ini cukup bisa dibilang lain karena menggunakan OST yang mengambil beberapa unsur dari kesenian gamelan khas Indonesia.
OST ini menceritakan sindiran keras bagi manusia yang merasa dirinya sempurna lalu ketika terkena musibah, yang disalahkan adalah makhlus halus bukan diri mereka sendiri. Suasana menyeramkan dibangun dengan baik dengan ditambah dengan alunan musik tradisional jawa yang mengiringi keberangkatan peserta KKN cukup menambah 'pandangan pertama' pada film ini terasa mencekam. Ditambah lagi dengan skoring-skoring juara yang ditampilkan saat adegan menegangkan, dan jumpscares yang datang.
Sebenarnya skoring dari film ini luar biasa, Hanya saja, musik-musik yang ditampilkan sepanjang film seolah memaksa film ini harus terasa menyeramkan dengan membuat musiknya lebih kencang daripada unsur suara yang lain sehingga justru malah terasa seolah ada kebocoran audio. Jumscare terlalu banyak dan building jumpscare yang justru berakhir dengan antiklimaks malah merusak flow cerita. Bebrapa jumpscare harusnya dibuang saja. Walaupun scene kamar mandi adalah build yang akan ditampilkan di akhir cerita, scene yang di kamar mandi itu harusnya diperpendek karena jump scarenya tidak begitu menakutkan. 7/10
Akting dan Pemeranan
KKN di Desa Penari adalah salah satu jenis film adalah film yang mengangkat unsur kedaerahan atau budaya. Film berunsur kedaerahan, akan lebih baik bila diperankan oleh aktor-aktris inti yang berasal dari daerah yang sedang difilmkan, atau memiliki unsur yang menggambarkan apa yang sedang difilmkan. Oleh karena itu, sebagai kisah yang bersetting di Jawa Timur, dengan penggambaran karakter yang "Jawa Timuran", seharusnya pemeran di dalam film akan lebih pas diperankan oleh beberapa orang Jawa Timur sekaligus yang cukup memahami unsur Jawa Timur. Saya misalnya #eh. Jadi setannya juga tidak apa-apa.
Orang-orang berlogat non jatiman |
Dampak dari tokoh Jawa Timur tapi diperankan oleh orang yang bukan asalnya tentu saja jadi terasa buruk. Dalam film atau kehidupan nyata, pernah tidak ketemu orang yang bukan Sunda tapi berusaha tampak Sunda seperti dikit-dikit ngomong "atuh”, orang bukan batak tapi berusaha tampak Batak dengan dikit-dikit ngomong "bah”, atau kita orang Jawa Timur ketemu orang yang berusaha memaksa tampak "Suroboyonan" dengan dikit-dikit ngomong "Jancuk" dengan cara pengucapan 'u' seperti 'u' pada kata "sumur"? Sudah aktingnya memaksa, kuping juga terasa risih gimana gitu. Begitulah film ini. Dampaknya adalah aktingnya sangat jelek untuk memerankan orang Jawa Timur dan bayangan saya tentang Jawa Timur buyar. Tapi adegan tersebut sedikit tertutupi oleh karakter Wahyu yang suka bercanda.
Apa film budaya dan kedaerahan wajib menggunakan aktor dari daerah dan budaya yang sama? Begini, coba film Nelson Mandela, bagaimana jika diperankan oleh Chris Hemsworth atau Christian Bale? Ya begitulah kira-kira. Misalnya ada pemain non Jawa Timur, tempatkanlah dia dalam posisi yang tidak perlu menunjukkan unsur Jawa Timur. Untuk peran sentral yang sangat perlu menggunakan unsur Jawa Timur, seperti bicara dengan aksen medhok dan ‘misuhan’ khas Jawa Timur, paling tidak gunakan aktor yang punya dasar bahasa ibunya adalah bahasa Jawa Timuran, misalnya Joshua atau Bayu Skak. Tapi untuk hal seperti ini tidak usah berharap pada film yang bos besarnya ada Punjabi-Punjabinya.
Dari sejumlah karakter di film ini, yang menurut saya yang aktingnya paling bagus adalah Diding Boneng pemeran Mbah Buyut. Beliau berhasil digambarkan sosok seorang tetua desa yang berpengalaman. Dibawahnya ada Aulia Sarah pemeran Badarawuhi, dia berhasil digambarkan sebagai sosok “jin” wanita jahat yang punya kekuatan super. Sedangkan tokoh yang lain seperti tidak terasa feelnya alias biasa aja bahkan cenderung kearah jelek. Nah, yang agak mengganggu saya, adalah akting menangisnya yang terasa dibuat-buat, terutama Pak Prabu dan Bima. Akting dan Pemeranan untuk keseluruhan tokoh 3/10 lah.
Artistik
Pemilihan detail art nya suka banget sih. sesajen, piring, gelas, ranjang, sarung bantal, approved banget dari saya sebagai orang desa tulen. Berkali-kali saya bilang ketika nonton “wah, tempat tidurnya sama tuh kayak di rumah”, “wah, dapurnya kayak di desa tuh”, “piring buburnya sama” dan lain sebagainya. Risetnya pasti serius, karena kalau bukan orang desa nggak akan paham sedetail itu printilannya. ini film yang menceritakan tahun 2008 di dunia kita, dibuktikan di beberapa model motor dan mobil yg dipakai. Sayang sekali karena ketika tokoh Widya mengeluarkan HP untuk senter menjadi terkesan agak aneh. Kesan desa terpencil langsung hilang dan mengurangi tingkat kesereman filmnya. 7/10 untuk artistik.
Artistik pedesaan yang niat |
Wardrobe
Wardrobe tidak kalah menarik dengan artistik. Penampilan khas ala mahasiswa sangat diperhitungkan. Mulai dari jilbab, celana sampai jas almamater dengan logo kampus fiktif. Mengenai Widya dan Ayu, Kedua mahasiswi itu wajah, rambut, dan gaya berpakaiannya mirip, jadi membuat sebagian penonton kesulitan membedakannya. Apalagi di adegan tarian terakhir di ‘angkoro’, banyak penonton yang bertanya-tanya "Lho, kok Widya melihat dirinya sendiri menari dengan pakaian penari?" Barulah ketika si Anjing hitam tiba di sanggar teringat, "Oalah iya, yang menari itu Ayu, pantes si Widya seperti berat meninggalkannya."
Wardrobe ikonik |
REVIEW ASPEK BUDAYA KKN DESA PENARI
Stereotype
Mengingat pembahasan sebelumnya, ingatan komunal jutaan penonton KKN di Desa Penari mungkin sebagian besar akan mengasosiasikan desa dengan keangkeran, warganya yang tertutup, anti pemikiran kota, mistis, bersekutu dengan makhluk tak kasat mata. Belum lagi dengan lagu jawa, yang sering membuat orang katanya ‘merinding’. Suara gamelan yang didengar juga menjadi sedikit mengalami pergeseran arah dikarenakan adanya perbedaan latar tempat ini. Setau saya, jika di Jogja mendengar suara gamelan, orang yang mendengar tersebut dianggap disambut baik oleh ‘mereka’ sehingga merasa jadi betah di Jogja. Sedangkan gamelan di film ini juga beberapa film horor lain memiliki tendensi untuk menyesatkan orang baru yang datang ke desa itu. Padahal lagu atau musik gamelan itu bisa musik khas yang biasa saja, bukan mantra pemanggil jin. Memang, struktur nada musik gamelan otu seram, tapi salah satu faktornya karena efek dari film horor di Indonesia yang sering menjadikan lagu Jawa dan gamelan sebagai backsound scene horor.
Kalau versi gini tidak nampak horor sih |
Film juga berfungsi sebagai sarana propaganda artinya film dapat menciptakan suatu pemahaman dalam suatu hal dalam dunia nyata, misalnya saja dengan film G30S PKI yang berhasil membuat sebagian besar orang takut dengan PKI sampai saat ini. Dalam konteks film horror, jika dalam film ada adegan orang mati lalu arwahnya keluar dan jadi ‘hantu’ maka pemahaman tersebut dianggap nyata bahkan sampai sekarang orang terbayang dan takut akan hal tersebut. Begitu juga dengan pemahaman perhantuan masyarakat yang lain, yang mana kebanyakan tercipta dari film horror jaman dulu. Begitu pula dengan film KKN, film ini juga cukup berhasil menciptakan stereotype baru untuk sebagian besar penontonnya. Sayangnya, stereotype baru tersebut justru mengarah ke hal yang negatif. 3/10
Bahasa
Sebagai orang Jawa yang sedikit tau mengenai Bahasa Jawa, banyak istilah-istilah yang termasuk baru dipergunakan. Mulai nama Badarawuhi, nama ini cukup asing dalam bahasa Jawa atau terkesan dipaksakan. Unsur kata 'rawuh' (datang) digabung dengan kata 'Bada' dan diberi akhiran 'i'. Jadilah nama Jawa Kuno yang janggal dan sangat kentara sebagai nama karangan yang dipaksakan. Nama 'Dhawuh' (Perintah), yang disematkan sebagai gelar bagi Penari Terpilih, istilah yang juga terkesan sangat dipaksakan jika disandingkan dengan kultur Jawa Kuno. Jika harus direvisi, baiknya disebut saja misalnya sebagai 'Mundhi Dhawuh' (Mengemban Perintah). Kalau cuma 'Dhawuh' saja sebutan bagi sang penari, bagi orang jawa cukup membingungkan karena bertentangan dengan logika kata dalam bahasa Jawa. Begitu juga sebutan alam 'angkoro' (angkara murka) bagi alam gaib Badarawuhi, ini juga terkesan asal atau yang penting terdengar Jawa saja. Tidak ada alam kegelapan segelap apapun menyebut diri alam 'angkoro'. Ibaratnya seorang maling, tidak mungkin menyebut rumahnya sebagai rumah maling. Selain pemberian nama, juga ada berbagai istilah seperti Wedhus Ireng (Kambing Hitam), yang mana kata ini tidak dikenal dalam budaya Jawa.
Nah itu untuk istilah penyebutan. Ada banyak hal yang harus dikritisi juga dalam percakapan dimana percakapannya sedikit aneh karena menggunakan Bahasa Jawa Ngoko dicampur dengan Bahasa Indonesia murni dan Bahasa Indonesia yang dijawakan. Akhirnya pecakapannya jadi terkesan semrawut. Andaikata harus menggunakan Bahasa Jawa, ya cukuplah menggunakan Bahasa Jawa saja dengan diterjemahkan ke Bahasa Indonesia melalui subtitle. Penggunaan Bahasa juga terasa kurang relate dan aneh karena berbincang dengan orang tua masih menggunakan bahasa ngoko yang mana dalam dunia nyata dipakai untuk berbicara kepada teman.
Walaupun jika dalam konteks film fiksi, sebenarnya yang seperti itu bukanlah masalah berarti, tapi dengan budged film yang banyak seharusnya dalam membuat film ini juga bekerja sama dengan ahli Bahasa Jawa untuk menampilkan dan memperkenalkan kultur Bahasa Jawa sebagaimana mestinya. Kembali lagi, sebaiknya tokoh-tokohnya diperankan oleh orang asli Jawa Timur agar maksimal dalam menjadi orang Jawa Timur. Setidaknya untuk menyempurnakan kesuksesan diluar jumlah penonton. 5/10 untuk bahasa.
REVIEW ASPEK AKADEMIS KKN DI DESA PENARI
Sebenarnya KKN (Kuliah Kerja Nyata) masih relevan nggak sih dengan jaman sekarang? Awalnya saya mengira KKN itu bisa digantikan dengan praktek lapang, praktek kerja lapang, atau internship (magang). Intinya sama-sama mengaplikasikan teori ke lapang kan? Ternyata beda, KKN masih penting dan tidak bisa digantikan dengan praktek lapang, praktek kerja lapang, atau internship (magang). Menurut teman saya yang dosen di sebuah Universitas Negeri di Bandung, kalau di Tri Dharma pendidikan KKN itu masuk ke ranah pengabdian kepada masyarakat. Kalau praktek lapang, praktek kerja lapang, atau internship (magang) adalah bagian dari pengajaran dan pendidikan. Luaran yang diharapkan dari 2 jenis kegiatan itu juga beda.
Mencari proker |
Dari hasil survey singkat saya di sosial media, banyak kampus atau program studi yang tidak lagi mewajibkan pelaksanaan KKN ini. Jadi, menurut saya film KKN di desa Penari bisa memberikan gambaran ke dunia akademis bahwa kegiatan pengabdian masyarakat perlu ‘diadakan’.
TIPS MEMPERSIAPKAN KKN
Honestly, saya belum pernah ikut KKN. Kebetulan di kampus saya, hanya beberapa jurusan yang mewajibkan kegiatan KKN di SKS nya. Jurusan saya hanya ada kegiatan praktik lapang yang mana adalah sejenis dengan magang di perusahaan. Tapi, saya bisa share beberapa hal nih karena desa sering banget dijadikan lokasi KKN.
1. Observasi. Sebelum kalian datang ke desa lokasi KKN, biasanya kan diinfo dulu dari kampus tuh mau KKN dimana. Karena internet memudahkan segalanya, maka observasilah. Cari info tentang kabupaten, kecamatan, sampai desa tujuan. Dari sini kalian nggak hanya akan kebayang tentang kondisi geografis namun juga mungkin hidden gems, mitos, potensi, jadi bisa menghindari hal-hal seperti di desa penari.
2. Tim yang solid. Karena biasanya KKN itu nggak seminggu doang lalu cabut seperti liburan, maka kesolidan tim harus dibangun dari awal. Ingat kan, di KKN desa Penari, kalau Nur tahu banyak hal tapi dia pendam sendiri. Kekacauan ini menurut saya tidak akan terjadi kalau saling cerita. Ada yang lihat penampakan, ada yang kesurupan, ya diceritain aja. Komunikasi terjalin secara baik akan menghindarkan dari salah paham dan bencana.
3. Siapkan sarana dan Prasana. Bisa jadi kalian akan KKN di desa yang terpencil macam desa penari. Sarana penting seperti kendaraan, peta manual, sarana komunikasi, hingga sarana antisipasi kondisi krisis harus ada. Jangan ada yang nyasar ke desa jin karena nggak tahu peta
4. Kontak darurat kampus. Kalau ini persiapan untuk pihak kampus sih, sebaiknya ada kontak darurat yang ready 24 jam 7 hari. Karena KKN kan kegiatan dari kampus, jadi kontak darurat setiap kelompok harus ada. Kan kalau kita lihat di KKN desa penari tidak ada bahas perihal pihak kampus sama sekali.
IDE PROKER KKN
Setelah sampai di desa lokasi KKN, biasanya memang ada musyawarah bersama setelah perkenalan. Dari sini para mahasiswa KKN akan membuat program kerja di desa yang harapanya tentu bermanfaat. KKN di desa identik dengan program “plangisasi” dan “gapuranisasi”. Entah mengapa setiap ada mahasiswa KKN pasti ada proker bikin gapura dan plang nama gang atau bikin selokan. Tak semua desa memerlukan itu, lagian urgensinya mungkin kurang yah.
Sebaik-baik proker adalah yang tepat sasaran dan tepat guna, tapi kadang warga desa atau perangkatnya juga kurang paham apa yang mereka butuhkan. Nah, coba ajukan topik-topik ini:
1. Pembuatan mapping potensi wisata desa
2. Pembuatan mapping potensi bencana desa
3. Peningkatan aspek ekonomis komoditas di desa (misal nih, desa itu komoditas utamanya pisang. Nah, gimana pisang itu bisa meningkatkan aspek ekonomi di desa lokasi KKN).
4. Sosialisasi di bidang literasi keuangan
5. Sosialisasi di bidang kesehatan
6. Enggagement masyarakat melalui turnamen, perlombaan
7. Pembuatan video profile desa
Topik di atas masih general, tapi semoga bisa memberikan gambaran.
KEMUNCULAN KONTEN PEMBODOHAN SETELAH FILM TAYANG
Pada akhirnya, setelah film ini tembus sebagai film terlaris sepanjang sejarah Indonesia, mulai banyak YouTuber oportunis yang memanfaatkan KKN ini. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan oleh Channel “Kisah Tanah Jawa”
Sebenarnya, tidak ada yang salah dari mengambil keuntungan di YouTube. Sudah seharusnya YouTuber dihargai atas karya kontennya dengan manfaat finansial atau setidaknya kita apresiasi. YouTuber berhak atas itu karena merelakan waktu berharganya untuk pembuatan konten dan kemampuan kreatifnya dalam menghibur dan memberikan kita pengetahuan. Namun yang saya tidak setuju adalah pemanfaatan nama besar channel, orientasi dalam membuat konten tersebut dan dampak negatifnya luas. Memanfaatkan film KKN namun dengan isi konten yang ternyata ikut-ikutan membodohi masyarakat tentu saja sudah berlebihan. Andaikata pembuatan video tersebut dilakukan siang hari sehingga masyarakat tidak menganggap bahwa konten tersebut tidak dibuat di tegalan dekat rumah kreatornya lalu diklaim dibuat di lokasi kejadian dengan peta-peta fiktif dan tempat-tempat seperti makam-makaman yang sudah diseting sebelumnya. Begitu juga dengan bumbu akting seperti pura-pura kesurupan, hal-hal seperti ini perlu dihentikan karena tidak ada hubunganya dengan 'melestatikan budaya', juga untuk mencerdaskan masyarakat.
KENAPA KKN DI DESA PENARI BISA SUKSES?
Sekali lagi, kita harus sepakat bahwa film ini sukses berkat adanya marketing yang luar biasa. Mulai dari utas di Twitter, ‘endorse’ dengan dibahas oleh public figure dan influencer mulai dari level nasional hingga daerah, tidak lupa film ini menggunakan buzzer yang kemampuan propagandanya tidak kalah dengan agen intelijen. Berbeda sekali dengan buzzer film lain semisal Story of Kale: When Someone's in Love dimana buzzernya sangat bar-bar yaitu dengan memenuhi Twitter hashtag dan twit dengan kata-kata copas ala buzzer politik yang mematok harga murah. Tidak lupa film ini seperti melibatkan ahli psikologi pemasaran dan analis bisnis yang mungkin setara pejabat marketing perusahaan multinasional sehingga membuat banyak kalangan masyarakat berbondong-bondong ke bioskop menyaksikan film ini.
Kemudian, hal utama yang membuat film ini sukses tentu saja karena membawa orang ke dimensi kepenasaranan karena dikesankan bahwa kisahnya nyata. Ada foto orang, ada foto desa dan hal-hal yang semacam itu yang membuat orang-orang penasaran apakah nyata atau tidak. Salah satu point kenapah menjadi sangat sukses adalah karena diangkat dari kisah yang sebelumnya sudah viral. Apapun yang viral itu sebenarnya bisa saja dibuat keviralan ganda jika dibungkus dengan wujud yang berbeda. Diangkatnya kisah di twitter menjadi film adalah langkah terbaik untuk menjadikan kisah menjadi sangat popular. Tapi, ketika cerita dan film ini menjadi sangat popular, viral dan banyak yang suka, kenapa horror-horor lain yang sejenis tidak sesukses ini? Jika ditelaah, ada 5 hal utama yang membuat menjadi viral
1. Membawa manusia kedalam jebakan penasaranan berlapis-lapis. Banyak orang yang setelah membaca kisah kemudian bergidik, merasa kisahnya terasa asli dan membatin “Kok ceritanya begitu detail”. Saya ingatkan kembali, jika ada sebuah kisah yang dituturkan oleh orang atau pihak tertentu dan kisah tersebut detail maka itu lebih mungkin cerita itu bohong atu fiktif daripada cerita asli. Jadi jangan dibalik, karena kebanyakan orang masih menganggap makin detail berarti makin asli. Untuk mencapai sesuatu yang detail butuh perencanaan yang sangat matang. Dengan merencanakan sesuatu terlebih dahulu, menunjukan bahwa cerita tersebut tidak lagi otentik. Jika ada orang yang berkata “kisah ini kisah nyata karena detail” adalah cacat logika secara. Siklahkan menggunakan logika forensik untuk menemukan bahwa ini sebenarnya nyata atau tidak.
Tapi diluar nyata atau tidak, masyarakat dibuat penasaran karena cerita ini ‘sangat detail’. Awalnya diceritakan satu orang dalam satu versi, kemudian ada orang kedua yang menceritakan dengan versi lain yang melengkapi cerita satu sama lain. Desa Dirahasiakan, nama orang disamarkan, itu menunjukan bahwa orang-orang yang dimaksud itu membuat kita sangat penasaran. Desanya mungkin ada, tapi tidak seperti itu. Atau desanya sama sekali tidak ada, semua yang ada di cerita sebenarnya hanya ada dalam fantasi. Bisa juga desanya seperti itu, ada kejadian seperti itu tapi tidak se’lebay’ itu. Tapi pada intinya apapun itu membuat kita penasaran. Jika pada akhirnya kita menemukan desa yang dimaksud ada di Jawa Timur, itu tidak benar-benar menghapuskan penasaran, tapi mendorong pengetahuan lebih detail lagi. Itulah yang dimaksud dengan jebakan penasaran berlapis lapis. Jadi keistimewaan film ini bukan pada horornya karena menurut saya biasa saja seperti film horror Indonesia umumnya bahkan ada film horor Indonesia yang jauh lebih menakutkan, tapi kepada jebakan kepenasaranan tadi.
2. Amat sangat relevan dengan Indonesia. Sedikit sekali film-film yang serevan ini dengan Indonesia khususnya film horror. Kita bahas rasa takut terlebih dahulu, rasa takut itu ada dalam diri setiap manusia dan itu naluriah sebagai upaya untuk mempertahankan diri. Tetapi rasa takut itu walaupun ada secara naluriah, tetap saja dipengaruhi oleh kebudayaan dan kepercayaan oleh orang yang tinggal di satu tempat tertentu. Misalnya saja orang-orang Arab Saudi sangat tidak keberatan jika harus menguburkan jenazah di dalam rumah sendiri, karena mereka tidak takut pada arwah orang mati. Jika mempelajari sejarah dan teologi, hanya orang yang dulunya pagan yang berfikir bahwa roh itu abadi dan berpengaruh pada kehidupan dunia sehingga menjadi takut pada roh orang mati. Orang Arab Saudi memang takut pada 'hantu', makhluk gaib, jin dsb. Tapi bukan dari orang yang sebelumnya hidup, mati lalu jadi hantu. Begitu juga dengan konsep hantu di Amerika Serikat yang berasal dari orang mati lalu arwahnya mengganggu itu tidak menakutkan bagi orang sana. Untuk bisa membuat menakutkan maka hantu tersebut harus bisa menciptakan kecelakaan secara 'nyata'. Maka hantu di Amerika kebanyakan membawa pisau, gergaji mesin dsb. Makanya orang Amerika Serikat lebih takut pada horror zombie daripada hantu. Nah, hantu di Amerika Serikat bagi orang Indonesia tidak menakutkan karena mereka nyata karena mereka bisa membunuh tapi juga bisa dilukai. Di Indonesia, karena kebudayaan dan kepercayaan, hantu tidak harus realistis tapi harus misterius untuk menjadi ditakuti. Hal tersebut ada pada film KKN di Desa Penari.
Tipikal horor Amerika |
Seperti yang sudah saya bahas di "REVIEW ASPEK PENCERITAAN KKN DI DESA PENARI" Bagian "Paket Lengkap" Film ini Tidak ada film horror sebelumnya yang merangkum unsur misteri khas Indonesia sebanyak itu dalam satu film. Hal ini sangat penting, karena jika kita suka pada lagu maka lagu yang dimaksud sangat relevan dengan kehidupan kita. Jika kita putus cinta kita akan suka dengan lagu-lagu putus cinta. Jika kita nonton film Avenger yang paling panjang diperdebatkan di Amerika Serikat, bukan masalah actionnya, tetapi motif mulia Thanos untuk menyeimbangkan populasi dunia dan itu sangat relevan untuk masalah yang biasa dibahas SJW di Amerika yaitu overpopulation. KKN di Desa Penari benar-benar relevan karena membungkus kisah-kisah horror ditambah sesuatu yang sangat realistis yaitu sekelompok mahasiswa yang melakukan KKN yang hampir semua mahasiswa pernah melakukan itu.
3. Euphoria kolektif. Pernah berpikir kenapa orang Amerika Serikat sangat suka basket tapi sebagian orang Inggris sangat suka sepak bola. Padahal mereka berasal dari kebudayaan sama, bahasa relatif hampir sama, latar kultur hampir sama tetapi beda negara seleranya berbeda. Alasanya adalah manusia tidak benar-benar menyukai satu hal tetapi mengidentifikasikan dirinya sebagai kelompok yang lebih besar. Semakin pengecut seseorang maka semakin ingin untuk bergabung dan mengidentifikasi sebagai suatu kelompok yang lebih besar.
Misalnya saja kita lihat ada yang suka sepak bola, dia mungkin tidak suka sepak bola, tetapi terbawa suasana orang yang ada disekitarnya. Lalu bagaimana cara membedakan yang benar-benar suka bola dengan orang yang terbawa suasana sepak bola? Orang yang benar-benar suka bola adalah orang yang suka menikmati permainan sepak bolanya dan tidak cenderung pada klub mana. Sedangkan orang yang ikut-ikutan suka bola sebenarnya tidak menikmati, mereka punya cirikhas yaitu lebih suka pada klub tertentu. Walaupun tidak sesuai dengan selera nya, maka dia mengikuti euphoria dengan membela mati-matian salah satu atau beberapa klub bola. Coba lihat, di Indonesia, kita mengetahui perdebatan tentang bola bukan tentang taktik, filosofi, strategi, cara bermain dsb, tetapi terkait dengan klub mana yang mereka bela sampai gosip pemain.
Urusan pribadi lebih diminati daripada pembahasan taktik |
Hal itu menunjukan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah orang yang tidak terlalu suka dengan suatu hal tetapi karena melihat ada kelompok besar yang menyukai sesuatu itu, ia memaksakan diri untuk menyukai hal tersebut. Dalam hal ini, kesuksesan dan keviralan KKN di Desa Penari membuat orang-orang suka dan orang-orang yang tidak terlalu suka atau bahkan tidak suka sama sekali menjadi penasaran dan berusaha untuk bergabung pada kelompok besar yang suka dengan filmnya dan hal ini berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh tim marketing film.
Kebutuhan manusia untuk menjadi bagian dari suatu kelompok sangat kuat sehingga dapat menyebabkan perubahan perilaku, keyakinan dan sikap ketika orang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan standard dan norma kelompok (dari Kendra Cherry, What is The Sense of Belonging?)
4. Efek struktur viral. Jika kita breakdown, viral itu selalu muncul dalam 2 gelombang. Gelombang pertama adalah viral karena secara konten memang layak untuk viral. Gelombang kedua adalah viral karena sudah viral. Karena disebut viral maka orang-orang penasaran kenapa viral, sehingga penontonnya lebih banyak lagi. Makanya channel YouTube yang terlalu oportunis maka selalu ada kata “viral” di judulnya untuk menghasilkan gelombang kedua dari keviralan. KKN di Desa Penari dari awal sudah viral, kemudian dengan sedikit strategi pemasaran menjadi lebih viral lagi memasuki gelombang kedua karena orang-orang sudah merasa bahwa film ini telah viral. Ditambah lagi ada gangguan kejiwaan yang tercipta karena perubahan jaman menuju modern yang biasa disebut Fear of Missing Out (FOMO). FOMO ini adalah gangguan jiwa yang tergolong aneh (walaupun pada umumnya dianggap wajar) yaitu gejala takut tertinggal akan suatu hal atau tren, termasuk film. Fenomena FOMO ini membuat ada semacam kebutuhan untuk eksis di sosial media dengan mendompleng sesuatu yang viral untuk menunjukan value diri ke orang-orang. Misalnya sekedar untuk mendapat kepuasan dari raihan like dan komen ketika membuat story tiket, mengupload foto selfie di ruang tunggu bioskop ataupun konten tiktok seputar kegiatan selama menonton dan hal tersebut menular.
Foto seperti ini sering kita temukan di story teman-teman kita |
5. Timing penayangan. Sebuah langkah jitu bagi KKN di Desa Penari yang memutuskan untuk dua kali ganti waktu penayangan. Setelah sempat gagal tayang pada Maret 2020 karena pandemi mulai menyebar, MD Pictures sempat mematok tanggal penayangan film ini pada 24 Februari 2022. Namun dengan pertimbangan yang matang, mereka akhirnya memindahkan penayangan film ini mepet libur Lebaran, dan itu bukan tanpa alasan. Bisa dilihat sendiri bagaimana penuhnya bioskop bahkan bioskop di tempat saya sudah penuh sampai penayangan 9 hari kedepan. KKN di Desa Penari pun harus berbagi layar yang sama kuat dengan Doctor Strange in the Multiverse of Madness adalah sebuah pemandangan yang jarang hadir di bioskop Indonesia. Momen yang sama bisa ditemui waktu AADC 2 berbagi layar dengan Captain America: Civil War, seakan bioskop isinya ya cuma dua film itu. Namun dengan persaingan KKN in The Multiverse of Madness ini membuat saya jadi kasihan dengan “Kuntilanak 3” dan “Gara-gara Warisan” yang tertutup kedua film diatas.
PESAN MORAL DARI TULISAN INI
KKN di Desa Penari sudah menjadi film Indonesia dengan penonton terbanyak sepanjang sejarah Indonesia dan menempati ranking 2 dari semua film yang pernah ditayangkan di Indonesia. Tinggal menambah sekitar 2 juta penonton saja maka akan menjadi film terlaris yang pernah tayang di Indonesia. Memang, biarkan berjalan natural saja namun dengan adanya sedikit pengetahuan di atas saya yakin sineas-sineas Indonesia yang lain mampu membuat film berkualitas yang bisa bersaing di kancah dunia. Tentunya dengan strategi dan metode marketing yang tersrtuktur, sistematis dan masif seperti film KKN atau bahkan lebih keren lagi, saya yakin perfilman Indonesia bisa bangkit kembali. Tidak perlu idealis bahwa film itu jangan cari untung dsb. Justru dengan adanya keuntungan, maha harkat martabat dan marwah sineas menjadi terangkat. Kesuksesan film KKN juga meningkatkan perekonomian misalnya saja YouTuber memiliki bahan pembahasan yang cukup meningkatkan finansial maka manfaatkanlah momen tersebut namun dengan cara yang mencerdaskan masyarakat.
APAKAH FILM INI LAYAK DITONTON?
Antrean berhari-hari demi tiket KKN |